PELANGGARAN HAK WARGA NEGARA DAN PENCEGAHANNYA
Penetapan hak warga negara adalah hal mutlak yang harus
mendapat perhatian khusus dari negara sebagai jaminan di junjung
tingginya sila ke-5 yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia”. Pengakuan Hak sebagai warga negara indonesia dalam
konsepnya mendorong terciptanya suatu masyarakat yang tertata baik. Namun
dalam praktik atau kenyataannya hak warga negara justru hanya dijadikan slogan pemerintah
untuk menarik simpati warga negara dan diajak untuk “bermimpi” bisa mendapatkan
pengakuan akan hak – hak tersebut secara utuh. Misalnya saja hak warga
negara untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Tentunya jika melihat kondisi
rakyat di negara Indonesia ini, hal itu hanya menjadi impian semata. Pengakuan
hak hanya untuk warga negara yang mampu membeli hak – hak tersebut dengan uang,
jabatan dan kekuasaan. Sedangkan untuk rakyat yang kurang beruntung
kehidupannya hanya bisa menunggu kapan mereka dioerhatikan kesejahteraannya
atau menunggu berubahnya kebijakan pemerintah yang lebih memihak kepada mereka.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, setiap warga Negara
dijamin haknya oleh pemerintah sesuai dengan yang tercantum dalam UUD 1945.
Namun seperti yang kita ketahui dan kita rasakan. Hingga saat ini masih banyak
perilaku yang dianggap merupakan pelanggaran terhadap hak warga Negara, baik
oleh Negara ataupun warga Negara lainnya.
Memang didalam pelaksanaannya ada kecenderungan lebih
mengutamakan hak - hak daripada kewajiban – kewajiban asasi warga negara.
Ada kecenderungan menuntut hak – hak yang berlebihan sehingga merugikan orang
lain.penuntutan hak – hak yang berlebih – lebihan atau tanpa batas akan
merugikan orang lain yang memiliki hak yang sama. Oleh sebab itu,
pelaksanaan hak – hak warga negara perlu dibatasi, akan tetapi tidak
dihilangkan atau dihapuskan.
Pelanggaran terhadap hak asasi manusia
sebetulnya karena terjadinya pengabaian terhadap kawajiban asasi. Sebab antara
hak dan kawajiban merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Bila ada hak
pasti ada kewajiban, yang satu mencerminkan yang lain. Bila seseorang atau
aparat negara melakukan pelanggaran HAM, sebenarnya dia telah melalaikan
kewajibanya yang asasi. Sebaliknya bila seseorang/kelompok orang atau aparat
negara melaksanakan kewajibanya maka berarti dia telah memberikan jaminan
terhadap hak asasi manusia. Sebagai contoh di negara kita sudah punya UU No.9
tahun 1998 berkenaan dengan hak untuk menyampaikan aspirasi secara lisan dan tertulis.
Disatu sisi undang-undang tersebut merupakan hak dari seseorang warga negara,
namun dalam penggunaan hak tersebut terselip kewajiban yang perlu diperhatikan.
Artinya seseorang atau kelompok yang ingin berunjuk rasa dalam undang-undang
tersebut harus memberi tahu kepada pihak keamanan (Polisi) paling kurang 3 hari
sebelum hak itu digunakan.
Hal ini dimaksudkan untuk menghormati hak orang
lain seperti tidak mengganggu kepentingan orang banyak, mentaati etika dan
moral sesuai dengan budaya bangsa kita. Contoh lain, dalam lingkungan kampus
dapat saja terjadi mahasiswa yang melakukan kegiatan seperti diskusi yang bebas
mengemukakan pendapat tetapi mereka dituntut pula menghormati hak-hak orang
lain agar tidak terganggu. Begitu pula kebebasan untuk mengembangkan
kreativitas, minat dan kegemaran (olah raga, kesenian, dll) tetapi hendaklah
diupayakan agar kegiatan tersebut tidak mengganggu kegiatan lain yang dilakukan
oleh mahasiswa atau warga kampus lainnya yang juga merupakan haknya. Banyak
contoh lain dalam lingkungan kita baik di kampus maupun di dalam masyarakat
yang menuntut adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Untuk itu marilah
kita laksanakan apa yang menjadi hak dan kewajiban kita dan itu termuat dalam
berbagai aturan/norma yang ada dalam negara dan masyarakat.
Yang termasuk pelanggaran hak warga negara menurut UU yaitu:
- Penangkapan dan penahanan seseorang demi menjaga stabilitas, tanpa berdasarkan hukum.
- Penerapan budaya kekerasan untuk menindak warga masyarakat yang dianggap ekstrim yang dinilai oleh pemerintah mengganggu stabilitas keamanan yang akan membahayakan kelangsungan pembangunan.
- Pembungkaman kebebasan pers dengan cara pencabutan SIUP, khususnya terhadap pers yang dinilai mengkritisi kebijakan pemerintah, dengan dalih mengganggu stabilitas keamanan.
- Menimbulkan rasa ketakutan masyarakat luas terhadap pemerintah, karena takut dicurigai sebagai oknum pengganggu stabilitas atau oposan pemerintah (ekstrim), hilangnya rasa aman demikian ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi warga negara.
- Pembatasan hak berserikat dan berkumpul serta menyatakan pendapat, karena dikhawatirkan akan menjadi oposan terhadap pemerintah.
Berikut ini adalah beberapa Kasus pelanggaran ataupun
kontroversi HAM dan Hak Warga Negara khususnya yang terjadi di Negara kita.
- Hukuman Mati
Kontroversi hukuman mati sudah sejak lama ada di hampir seluruh masyarakat dan
negara di dunia. Indonesia pun tak luput dari kontroversi ini. Sampai hari ini
pihak yang pro hukuman mati dan yang kontra hukuman mati masih bersilang
sengketa. Masing-masing datang dengan rasional dan tumpukan bukti yang
berseberangan, dan dalam banyak hal seperti mewakili kebenaran itu sendiri.
Seharusnya kontroversi itu berakhir ketika UUD 1945 mengalami serangkaian perubahan. Dalam konteks hukuman mati kita sesungguhnya bicara tentang hak-hak asasi manusia yang dalam UUD 1945 setelah perubahan masuk dalam Bab XA. Pasal 28A dengan eksplisit mengatakan: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
Jadi, ‘hak untuk hidup’ atau ‘the right to life’ adalah hak yang paling mendasar dalam UUD 1945. Hak untuk hidup ini adalah puncak hak asasi manusia yang merupakan induk dari semua hak asasi lain.
- PILKADA
Semestinya ajang pemilihan kepala daerah (pilkada) menjadi wadah yang
menghidupkan demokrasi lokal dengan berfungsinya organ-organ politik di daerah.
Meski demikian, sepanjang sejarah penyelenggaraan pilkada di Indonesia,
ternyata sarat pelanggaran hak warga Negara.
Salah satu penyebabnya adalah kebebasan yang terlalu meluas demikian cepat menyebabkan membanjirnya partisipasi dalam pencalonan kandidat kepala daerah, sementara ruang kompetisi sangat ketat dan terbatas.
Lagi
pula, bayang-bayang potensi kekuasaan dan kekayaan yang amat menjanjikan dari
jabatan kepala daerah menarik minat banyak kandidat, sementara kebanyakan dari
mereka tidak memiliki integritas moral dan kapasitas keahlian yang memadai.
Karena itu,tidak jarang cara-cara licik dan premanisme politik,entah sengaja
atau terpaksa,digunakan dalam politik perebutan kekuasaan.Di sinilah
pelanggaran Hak warga Negara kerap terjadi.
- EMAIL BERUJUNG BUI
Kasus
yang menimpah Prita Mulyasari cukup menarik.Sebetulnya bukan termasuk besar,
tetapi rupanya ada konspirasi yang membesar-besarkan. Kasus ini bermula dari
kejadian ” Curhat ” dan bersifat pribadi dari korban ( pasien ) di RS Omni Internasional
atas dampak pengobatan yang mengakibatkan korban mengalami luka tambahan dari
luka lama. Curhat tersebut dia ungkapkan kepada sahabatnya via email. Artinya
si Prita dapat disebut sebagai pihak ” Konsumen ” dari penyedia jasa layanan usaha
RS Omni tersebut. Sebagai konsumen Prita punya hak menyampaikan unek-unek ketidakpuasannya
terhadap pelayanan penyedia jasa dan itupun dilindungi Undang – Undang nomor 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Penegakan hukum terhadap Prita
jelas-jelas melanggar Haknya Sebagai Warga Negara, Polres dan Kajari Tangerang dapat
dituntut balik beserta Rumah sakitnya, demi nama baik dan kerugian yang
diderita ibu 2 orang anak Balita ini.
- Tragedi trisakti
Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada 12 Mei 1998, terhadap
mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya.
Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta,
Indonesia serta puluhan lainnya luka. Mereka yang tewas adalah Elang Mulia
Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Mereka tewas
tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti
kepala, leher, dan dada.
Tragedi
ini jelas merupakan pelanggaran HAM dan Hak Warga Negara khususnya.
- Penggusuran Rumah
Penggusuran terhadap rumah warga selalu terjadi setiap tahun. Tata ruang kota
selalu menjadi alasan bagi pemerintah untuk melakukan kebijakan yang merugikan
bagi sebagian warga kota itu.Kebijakan pemerintah melakukan penggusuran ini
dinilai sebagai bentuk pelanggaran Hak Warga Negara.
3. Pencegahan dari permasalahan pelanggaran hak warga negara
Menurut saya, berikut
ini tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kasus pelanggaran HAM:
- Supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.
- Meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM oleh pemerintah.
- Meningkatkan pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah.
- Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip HAM kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi) maupun nonformal (kegiatan-kegiatan keagamaan dan kursus-kursus).
- Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.
- Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar