A.
Pendahuluan
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW
Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan
untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup bagi:
o Kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis;
o Kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam
retensi;
o Area pengembangan keanekaragaman hayati;
o Area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan
perkotaan;
o Tempat rekreasi dan olahraga masyarakat;
o Tempat pemakaman umum;
o Pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak
diharapkan;
o Pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun
historis;
o Penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan
kepadatan serta kriteria pemanfaatannya;
o Area mitigasi/evakuasi bencana; dan
o Ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan
peraturan perundangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.
B. Fungsi RTH
RTH memiliki fungsi sebagai berikut:
Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:
o Memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem
sirkulasi udara (paru-paru kota);
o Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air
secara alami dapat berlangsung lancar;
o Sebagai peneduh;
o Produsen oksigen;
o Penyerap air hujan;
o Penyedia habitat satwa;
o Penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;
o Penahan angin.
Fungsi
tambahan (ekstrinsik) yaitu:
1.
Fungsi sosial dan budaya:
o menggambarkan ekspresi budaya lokal;
o merupakan media komunikasi warga kota;
o tempat rekreasi; wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan
pelatihan dalam mempelajari alam.
2.
Fungsi ekonomi:
o sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah,
daun, sayur mayur;
o bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan,
kehutanan dan lain-lain.
3.
Fungsi estetika:
o meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik
dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap
kota secara keseluruhan;
o menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
o pembentuk faktor keindahan arsitektural;
o menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area
terbangun dan tidak terbangun.
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi
utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan
keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan
konservasi hayati.
C. Manfaat RTH
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi
atas:
1. Manfaat
langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible),
yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan
bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah);
2. Manfaat
tidak langsung (berjangka panjang dan
bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif,
pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi
lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau
keanekaragaman hayati).
D. Tipologi RTH
Tipologi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah sebagai berikut:
o Fisik : RTH
dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung
dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman,
lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan.
o Fungsi : RTH
dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.
o Struktur ruang : RTH
dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar), maupun pola
planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.
o Kepemilikan : RTH
dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat.
E. Penyediaan RTH
Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan pada:
o Luas wilayah
o Jumlah penduduk
o Kebutuhan fungsi tertentu
Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di
perkotaan adalah sebagai berikut:
o Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan
RTH privat;
o Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal
30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang
terbuka hijau privat;
o Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang
bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau
perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan
keberadaannya.
o Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin
keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan
keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan
ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat
meningkatkan nilai estetika kota.
Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah
penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani
dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.
o 250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT
o 2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW
o 30.000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/
pusat kelurahan
o 120.000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/
pusat kecamatan
o 480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di
dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar)
Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk
perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi
kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan
penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan
rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan
perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH
pengamanan sumber air baku/mata air.
F. Prosedur Perencanaan
Ketentuan prosedur perencanaan RTH adalah sebagai
berikut:
o penyediaan RTH harus disesuaikan dengan peruntukan yang
telah ditentukan dalam rencana tata ruang (RTRW Kota/RTR Kawasan Perkotaan/RDTR
Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/Rencana Induk RTH) yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah setempat;
o penyediaan dan pemanfaatan RTH publik yang dilaksanakan oleh
pemerintah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku; tahapan
penyediaan dan pemanfaatan RTH publik meliputi:
- perencanaan;
- pengadaan lahan;
- perancangan teknik;
- pelaksanaan pembangunan
RTH;
- pemanfaatan dan
pemeliharaan.
o penyediaan dan pemanfaatan RTH privat yang dilaksanakan oleh
masyarakattermasuk pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan
pembangunan;
o pemanfaatan RTH untuk penggunaan lain seperti pemasangan
reklame (billboard) atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
- mengikuti peraturan dan
ketentuan yang berlaku pada masing-masing daerah;
- tidak menyebabkan gangguan
terhadap pertumbuhan tanaman misalnya menghalangi penyinaran matahari
atau pemangkasan tanaman yang dapat merusak keutuhan bentuk
tajuknya;
- tidak mengganggu kualitas
visual dari dan ke RTH;
- memperhatikan aspek keamanan
dan kenyamanan pengguna RTH;
- tidak mengganggu fungsi utama
RTH yaitu fungsi sosial, ekologis dan estetis.
G. Undang-undang
yang mengatur RTH
UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Visi Undang-Undang No. 26 tentang Penataan
Ruang adalah terwujudnya ruang nusantara yang mengandung unsur-unsur
penting dalam menunjang kehidupan masyarakat, sebagai berikut:
1.
keamanan :
masyarakat terlindungi dari berbagai ancaman dalam menjalankan aktivitasnya;
2.
kenyamanan:
kesempatan luas bagi masyarakat untuk dapat menjalankan fungsi dan
mengartikulasi nilai-nilai sosial budayanya dalam suasana tenang dan damai;
3.
produktivitas: proses
dan distribusinya dapat berlangsung efisien serta mampu menghasilkan nilai
tambah ekonomis bagi kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan daya saing;
4.
berkelanjutan:
kualitas lingkungan dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini dan generasi mendatang.
Untuk mendukung visi di atas, maka setiap
wilayah harus selalu memperhatikan aspek sumber daya alam dan lingkungan hidup,
seperti ditetapkan pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 3 yaitu bahwa
penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dengan terwujudnya:
o keharmonisan antara lingkungan alami dan
buatan;
o keterpaduan dalam penggunaan sumber daya
alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya
manusia; dan
o perlindungan fungsi ruang dan pencegahan
dampak negatif terhadal lingkungan akibat
pemanfaatan ruang.
Pada pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan
hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS)yang
dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pasal 28 sampai dengan pasal
30 memuat bahwaproporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal 30% di
mana proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota minimal 10%. Sedangkan
pasal 48 memuat bahwa penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan antara lain,
untuk:
o
pertahanan kualitas
lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya;
o
konservasi sumber
daya alam; dan
o
pertahanan kawasan
lahan abadi pertanian pangan untuk ketahahan pangan
Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 secara eksplisit
diuraikan tentang penegasan hal, kewajiban serta peran masyarakat, yaitu:
Pasal 60 : Setiap orang berhak untuk :
1.
mengetahui Rencana
Tata Ruang;
2.
menikmati
pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
3.
memperoleh
penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan
kegiatan pembangunan yang sesuai dengan perencanaan Tata Ruang;
4.
mengajukan
keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tak sesuai dengan
Rencana Tata Ruang di wilayahnya.
Pasal 61: Dalam pemanfaatannya setiap orang wajib :
1.
menaati Rencana
Tata Ruang yang telah ditetapkan;
2.
memanfaatkan ruang
sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
3.
memenuhi ketentuan
yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, dan
4.
memberikan akses
terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 65 : Peran masyarakat melalui :
1.
pelibatan peran
masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang
2.
peran masyarakat
dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain,
melalui:
a)
partisipasi dalam
penyusunan RTR;
b)
partisipasi
dalam pemanfaatan ruang; dan
c)
partisipasi dalam
pengendalian pemanfaatan ruang.
H. Kota Yang Menerapkan RTH Menurut UU No. 26 Tahun 2007
BALIK PAPAN
Analisis
Secara
administrative luas keseluruhan Kota Balikpapan menurut RTRW tahun 2012-2032
adalah 81.495 Ha yang terdiri dari luas daratan 50.337,57 Ha dan luas lautan
31.164,03 Ha.Pansus DPRD Kota Balikpapan dalam pembahasan revisi RTRW Kota
Balikpapan Tahun 2012-2032 atas revisi Perda No. 5 Tahun 2006 tentang RTRW
Tahun 2005-2015, mengurai problematika penataan ruang di Kota Balipapan dalam
10 tahun terakhir. Dalam perecanaan tata ruang, pemerintah Kota Balikpapan
telah menyempurnakan Perda Kota Balikpapan Nomor 5 Tahun 2006 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan tahun 2005 – 2015 menjadi Perda Kota
Balikpapan Nomor 12 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Balikpapan Tahun 2012 – 2032 yang telah ditetapkan tanggal 2 November 2012.
Dalam Perda terdapat beberapa komitmen yang menjadi kebijakan untuk tetap
dilanjutkan, antara lain :
1.
Pola ruang 52% Kawasan Lindung dan
48% Kawasan Budidaya
2.
Tidak menyediakan ruang untuk
wilayah pertambangan
3.
Pengembangan kawasan budidaya dengan
konsep foresting the city dan green corridor, untuk pengembangan Kawasan
Industri Kariangau diarahkan pada green industry yang didukung zero waste dan
zero sediment.
Perkembangan
kota Balikpapan dalam beberapa tahun terakhir ini sangat pesat. Topografi
Balikpapan berbukitbukit dengan kelerengan yang bervariasi, serta jenis tanah
pada beberapa kawasan didominasi oleh jenis yang mudah mengalami pergeseran dan
erosi. Kondisi ini memerlukan penanganan yang benar dalam pengelolaannya.
Kebutuhan akan lahan untuk mencapai visi Balikpapan dapat diwujudkan melalui
program-program pembangunan yang berwawasan lingkungan dengan mengikutsertakan
seluruh komponen yang ada di kota ini dalam aspek-aspek perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasinya. Berdasarkan hasil pengumpulan data luas hutan kota
di Balikpapan yang secara definitive sudah ditetapkan, saat ini baru mencapai
200 ha yang tersebar di 28 lokasi atau mencapai 0,4 persen dari luas wilayah
Kota Balikpapan (503 kilometer persegi).
Dasar dan aspek legal
Kebijakan
Pemerintah kota Balikpapan untuk menetapkan beberapa kawasan hutan kota sebagai
kawasan yang dilindungi karena sifatnya yang khusus, di antaranya sebagai
bagian dari Ruang Terbuka Hijau Kota sejak tahun 1996 sudah ada meskipun dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengelolaan dan pengawasannya masih terus dibenahi. Penetapan dua
puluh satu kawasan sebagai hutan kota juga berperan sebagai ruang terbuka hijau
dari tahun 1996 hingga tahun 2004 oleh Pemerintah Balikpapan melalui beberapa
buah Surat Keputusan Walikota.
RTH
kota Balikpapan terdiri dari; kawasan Hutan Lindung Sungai Wain, Kebun Raya Balikpapan,
Hutan Kota Pertamina dan taman-taman kota serta taman median jalan. Jika
ditinjau dari rasio luas lahan yang dibangun dengan RTH, maka Balikpapan
memilki persentase di atas nilai standar BLH yang menentukan luas lahan.
Berdasarkan
hasil identifikasi terhadap kawasan Nonbudidaya/Lindung dan Ruang Terbuka Hijau
yang ada di Kota Balikpapan yaitu 18.821,742 Ha atau 37,396 % dari luas kota
Balikpapan (50.330,57 Ha). Untuk memenuhi prosentasi 52% maka arahan
pengembangan kawasan non budidaya (RTH ) sebagai berikut menurut Bappeda 2009
Penghargaan
yang pernah diraih Kota Balikpapan yang berkaitan dengan lingkungan hidup yaitu
penghargaan ASEAN Environment Sustainable City (ESC) dalam acara invitation to
the for 3rd ASEAN Environmentally Suistainable Cities Award and The 2nd ASEAN
Certificates of Recognition with the following details, yang berlangsung di Loa
Plaza Hotel,Laos. Penghargaan ini diterima langsung Wali Kota HM Rizal
Effendi,SE di Laos tadi malam. Balikpapan meraih penghargaan ini karena
berhasil melakukan penataan lingkungan kota secara berkelanjutan. Terutama
terkait dengan clean land, clean water dan clean air. Termasuk inovasi dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sampah.
Selain
itu, yang terakhir baru saja diperoleh Penerapan Inovasi Manajemen Perkotaan
(IMP) oleh Pemerintah Kota Balikpapan dalam bidang pengelolaan tata ruang
dengan sub bidang penataan ruang terbuka hijau (RTH) meraih prestasi gemilang.
Balikpapan menduduki peringkat pertama sebagai kabupaten/kota terbaik se
Indonesia dalam bidang tersebut.
Dan
yang terakhir pernah meraih juara tiga lomba menanam pohon nasional untuk
kategori kotamadya di Indonesia.
I. Kesimpulan
Indahnya
kota Balikpapan tak lepas dari jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang
melebihi standar Badan Lingkungan Hidup (BLH) yakni 42% dari luas kota
ini. Sebagai peneduh, RTH memberikan manfaat yang begitu terasa bagi masyarakat
kota Balikpapan.
Karena
secara umum RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utama (intrinsik)
yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi
arsitek-tural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi
utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan
keberlanjutan kota.
RTH
berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara
fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk
pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk per-lindungan sumberdaya
penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar.
RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH
pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut,
sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya, seperti untuk ke-indahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur
Manfaat
RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat
dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu,
daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keingin-an dan manfaat tidak
langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata
air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.
Permasalahan
ditekankan pada beberapa aspek penerapan kawasan penataan ruang dengan pola
konsep 52 persen terbangun dan 48 persen untuk ruang terbuka hijau (RTH).
Konsep ideal ini dilihat dari sudut pandang penataan ruang, perlu disadari
bahwa salah satu tujuan pembangunan di Kota Balikpapan, yang hendak dicapai
adalah mewujudkan ruang kehidupan yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
Pembangunan
dan pengelolaan RTH wilayah perkotaan harus menjadi substansi yang terakomodasi
secara hierarkial dalam perundangan dan peraturan serta pedoman di tingkat
nasional dan daerah/kota. Untuk tingkat daerah baik provinsi maupun
kabupaten/kota, permasalahan RTH menjadi bagian organik dalam Ren-cana Tata Ruang
Wilayah dan subwilayah yang diperkuat oleh peraturan daerah.
Sumber :
http://williamarsitektur.blogspot.co.id/2014/11/kota-yang-telah-menerapkan-rth-30-dari.html
https://dedewulanhapsari.wordpress.com/2014/11/08/kota-yang-sudah-menerapkan-rth-30-dari-luasannya/
http://anggrainirila.blogspot.co.id/2015/11/kota-yang-telah-menerapkan-rth-30-dari.html